Ini Penyebab UKT Mahal Meski Anggaran Pendidikan Besar

Boni Tabroni

Sekolah.web.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan dugaan adanya kesalahan dalam pengelolaan dana pendidikan yang menyebabkan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri.

Dari hasil kajian, KPK menemukan bahwa dari total Rp 665 triliun dana fungsi pendidikan yang dialokasikan dalam APBN 2024, hanya Rp 39 triliun yang digunakan untuk membantu uang kuliah mahasiswa.

Menurut Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, dari Rp 665 triliun anggaran pendidikan tersebut, mahasiswa di perguruan tinggi negeri hanya menerima Rp 7 triliun. Sementara itu, sebanyak Rp 32 triliun digunakan untuk membiayai kampus-kampus atau sekolah kedinasan yang dikelola oleh kementerian dan lembaga.

“Setelah kita lihat berapa yang ke mahasiswa PTN, ternyata cuma Rp 7 triliun, sementara Rp 32 triliun itu ada di perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh kementerian/lembaga,” kata Pahala dalam sebuah diskusi pada Jumat (13/6/2024).

Pahala menjelaskan bahwa sekolah-sekolah kedinasan yang mendapatkan porsi anggaran besar tersebut termasuk Politeknik Penerbangan Indonesia (PPI) milik Kementerian Perhubungan, Akademi Kepolisian RI, Akademi Militer, Institut Pemerintahan Dalam Negeri, dan Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.

“Yang dikelola oleh kementerian/lembaga itu Rp 32 triliun, itu jauh lebih besar dari bantuan operasional kuliah,” ujarnya.

Ia juga menyoroti bahwa meskipun sekolah kedinasan merupakan bagian dari sistem pendidikan, KPK menemukan adanya sekolah-sekolah di bawah kementerian yang lulusannya tidak terikat oleh dinas.

“Full boarding, dikasih seragam, dikasih asrama, tapi lulusannya bukan PNS, lah ngapain dikelola kementerian/lembaga,” tambahnya.

Lebih lanjut, Pahala mengatakan bahwa dana fungsi pendidikan tinggi yang dikelola oleh kementerian/lembaga seringkali digunakan tidak sesuai fungsinya. Ia mengungkapkan adanya dana pendidikan tinggi yang digunakan untuk mengurus SMK dan bahkan untuk pendidikan dan pelatihan internal.

“Pendidikan tinggi yang dikelola K/L ternyata menyimpan banyak masalah. Kalau ini kita rapikan, bisa masuk ke Dikti dan menambahkan biaya operasional PTN,” kata Pahala.

Leave a Comment