Sekolah.web.id – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pendidikan menyuarakan kekhawatiran mereka mengenai potensi penyalahgunaan program KIP (Kartu Indonesia Pintar) Kuliah untuk kepentingan politik, termasuk Pilkada.
Founder LBH Pendidikan, Fuad Adnan, menyatakan bahwa penyaluran KIP Kuliah melalui anggota DPR tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, mengacu pada Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020 tentang Program Indonesia Pintar.
Menurutnya, pengelolaan program ini seharusnya sepenuhnya berada di tangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Keterlibatan DPR jelas tidak sesuai dengan ketentuan. Kemendikbudristek adalah lembaga negara yang diamanahi untuk mengurus pendidikan beserta anggarannya,” tegas Fuad Adnan pada Jum’at (21/6/2024) kemarin.
“Kemendikbudristek paling paham strata ekonomi keluarga siswa, pekerjaan orang tua, dan tingkat kecakapan siswa: mana saja yang layak mendapat beasiswa,” tambahnya.
Fuad juga menyoroti potensi penyalahgunaan kewenangan dan anggaran KIP Kuliah jika anggota DPR-RI terlibat dalam penyalurannya. Menurutnya, beasiswa ini bisa menjadi alat transaksi untuk mendapatkan dukungan pemilih bagi anggota DPR yang mendistribusikannya.
“Penyalahgunaan wewenang oleh DPR RI dapat menjadi alat kompensasi dukungan elektoral, baik saat Pileg maupun Pilkada. Ini mirip dengan bantuan Bansos saat Pilpres lalu,” ujar Fuad.
Ia meyakini penyaluran beasiswa ini sangat dipengaruhi oleh pertimbangan politis yang tidak terkait dengan syarat substansi dan syarat akademik lainnya.
Fuad juga mengkhawatirkan bahwa beasiswa ini diberikan hanya kepada mereka yang memiliki kedekatan dengan anggota DPR, bukan kepada yang benar-benar layak mendapatkannya.
“Jika ditemukan kasus di lapangan yang menunjukkan beasiswa dicairkan bukan atas rekomendasi Kemendikbudristek atau dinas pendidikan tetapi oleh anggota legislatif, maka patut diduga penyalurannya tidak berdasarkan keterampilan, kecakapan, dan nilai akademik siswa atau mahasiswa, melainkan karena faktor kedekatan dengan anggota legislatif,” ungkapnya lagi.
Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Billy Mambrasar juga mengkritisi program KIP Kuliah yang disalurkan oleh anggota DPR, yang dikenal sebagai program KIP Kuliah Jalur Aspirasi. Menurut Billy, program ini sering dimanfaatkan untuk kepentingan politik anggota DPR, bahkan keluarganya yang sedang mencalonkan diri dalam Pilkada.
“Siapa yang dapat menjamin dan mencegah agar DPR tidak subjektif, dan hanya memberikan program KIP kuliah jalur aspirasi ini kepada orang-orang yang memilih mereka saat Pileg, atau buruknya, kepada kerabat serta kenalannya saja,” kata Billy pekan lalu.
Billy mengkhawatirkan subjektivitas DPR dalam memilih penerima KIP Kuliah yang sering tidak tepat sasaran. Hal ini, menurutnya, membuat masyarakat Indonesia yang secara ekonomi kurang mampu dan membutuhkan, kehilangan kesempatan untuk mendapatkan manfaat dari program ini.