Sikapi UKT Mahal, DPR Bentuk Panja Biaya Pendidikan

Duljani

Sekolah.web.id – Pendidikan di Indonesia tengah menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah tingginya biaya pendidikan. Hal ini terlihat dari maraknya protes mahasiswa terkait kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Komisi X DPR pun merespons dengan membentuk Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan untuk menelusuri masalah pembiayaan pendidikan.

Dalam rapat Panja, berbagai pihak terkait, termasuk Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, serta para pakar pendidikan, diundang untuk memberikan pandangan mereka. Salah satu pakar yang hadir adalah Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Nanang Fattah.

Prof. Nanang menyatakan bahwa biaya pendidikan memang tergolong tinggi karena banyaknya kebutuhan operasional, termasuk biaya personalia, tenaga pendidik, serta alat dan bahan pendidikan. Menurutnya, biaya pendidikan yang harus dikeluarkan orang tua sangat besar dan tidak bisa disamaratakan untuk setiap program studi karena metode pembelajaran yang berbeda-beda.

“Manajemen di satuan pendidikan sangat mempengaruhi kualitas dan mutu pendidikan. Diperlukan dukungan pemerintah dan masyarakat untuk menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Namun, daya beli masyarakat rendah dan subsidi pendidikan dari pemerintah masih belum memadai,” ujar Prof. Nanang.

Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 sebenarnya memandatkan pemerintah untuk memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Namun, Prof. Nanang mengungkapkan bahwa alokasi anggaran pendidikan ini belum berjalan efektif. Banyak anggaran yang salah sasaran, seperti sekolah kedinasan yang tidak berada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud), tetapi tetap mendapatkan alokasi anggaran pendidikan.

“Ini adalah salah sasaran dan inkonsistensi kebijakan,” kata Prof. Nanang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Pembiayaan Pendidikan di Gedung DPR, Kamis (20/06/2024) kemarin.

Prof. Nanang juga menekankan pentingnya pembenahan manajemen di sekolah agar perencanaan dan pendanaan dapat dilakukan dengan baik. Ia mencontohkan keberhasilan Singapura yang fokus pada pendidikan moral di tahap awal, kemudian ilmu pengetahuan dan teknologi di tingkat menengah, serta human capital di perguruan tinggi.

“Reformasi pendidikan belum terjadi karena kemampuan manajerial yang lemah dan jenjang pendidikan yang tidak fokus,” ujar Prof. Nanang.

Pada kesempatan yang sama, Rektor Universitas Yarsi, Prof. Fasli Jalal, mencatat bahwa anggaran pendidikan dalam APBN 2024 sebesar Rp665 triliun, dengan sekitar Rp100 triliun di antaranya diposisikan sebagai cadangan. Ia menegaskan bahwa dana cadangan ini seharusnya bisa digunakan lebih optimal untuk penyelenggaraan pendidikan.

Mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional tersebut juga mengingatkan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran pendidikan dari APBD. Menurutnya, pendampingan diperlukan agar anggaran tersebut dapat digunakan secara optimal.

“Total anggaran pendidikan di Indonesia hanya 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), padahal negara lain rata-rata mengalokasikan hingga 6 persen dari Gross Domestic Product (GDP). Indonesia perlu meningkatkan anggaran ini dengan akuntabilitas dan transparansi dalam penggunaannya,” tambah Prof. Fasli.

Kesimpulannya, meskipun pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan yang besar, penggunaannya belum optimal dan sering salah sasaran. Diperlukan reformasi dalam manajemen dan kebijakan pendidikan agar kualitas pendidikan di Indonesia dapat meningkat.

Leave a Comment